Sesuai dengan cita-cita menjadi “Paroki Hijau”, Rekoleksi Sinode Para Uskup Sedunia Paroki Santo Andreas – Sukaraja, Bogor, mengangkat tema “Lingkungan Hidup”. Rekoleksi berlangsung pada Minggu, 5 Desember 2021, pukul 09.00-15.00, di Gedung Pertemuan Panti Asuhan Mulia Kasih Simalem, Nanggewer, Kabupaten Bogor,Jawa Barat.
Rekoleksi Sinode tingkat paroki ini merupakan bentuk dilibatkannya umat (awam) dalam rangkaian Sinode Para Uskup yang berlangsung dua tahun (2021-2023). Sinode Para Uskup Sedunia 2021-2023 (bertema “Menuju Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi, dan Misi”) telah dibuka secara resmi oleh Paus Fransiskus, pada Minggu (10 Oktober 2021), di Roma. Bapa Suci ingin melibatkan peran serta umat (gereja) melalui pelaksanaan Sinode di masing-masing Keuskupan. Sinode Para Uskup tingkat Keuskupan Sufragan Bogor telah dibuka oleh Monsinyur Paskalis Bruno Syukur OFM., pada 17 Oktober 2021. Ditindaklanjuti Rekoleksi Sinode Para Uskup di setiap paroki, termasuk Paroki Santo Andreas.
Sinode (dari Bahasa Yunani, Syn = bersama, hodos = berjalan) artinya “berjalan bersama”. Berawal dari kebiasaan Kristen kuno, yakni berkumpul untuk berdoa dan membuat keputusan penting bagi komunitas Kristen. Kali ini Sinode sebagai undangan bagi persekutuan umat beriman (klerus, anggota hidup bakti, dan awam) untuk “berjalan bersama”, berdialog, merenungkan, saling berbagi dan mendengarkan pengalaman (refleksi) iman dengan mendengarkan dan menerima bimbingan Roh Kudus.
Rekoleksi (recollect) berarti mengingat atau mengumpulkan kembali. Dalam Rekoleksi Sinode kali ini, kita akan “berjalan bersama” mengingat dan mengumpulkan kembali pengalaman hidup dan pengalaman iman berkaitan dengan tema Lingkungan Hidup.
Rekoleksi Sinode Para Uskup diikuti umat dari 21 lingkungan di Paroki Santo Andreas – Sukaraja. “Dari 104 orang mendaftar sebagai peserta, yang bisa hadir 92 orang, termasuk beberapa orang remaja dari Panti Asuhan Simalem,” kata Octavianus ‘Okky’ Christijono, ketua Panitia Rekoleksi Sinode Para Uskup Sedunia Paroki Santo Andreas. Pesertanya cukup heterogen (umur, pendidikan, profesi, dan latar belakang lainnya). Mulai dari usia remaja, dewasa (dominan), hingga lansia. Pelajar, pendidik, karyawan, pensiunan, pebisnis, juga ibu rumah tangga. “Jumlah peserta pria dan wanita, seimbang,” jelas Okky. Para peserta tetap wajib mengikuti aturan prokes ketat (memakai masker, menjaga jarak, membawa hand sanitizer, dan botol air minum sendiri).
Rekoleksi diawali dengan Ibadat pembukaan dan Doa Sinode. Kemudian dilanjutkan sesi Narasi Refleksi Lingkungan Hidup, tentang kerusakan bumi dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Ada banyak peristiwa dan aktivitas yang telah kita lihat, dengar, lakukan secara rutin, mungkin tanpa disadari telah “menyakiti” bumi (sebagai rumah besar kita) dan “merusak” lingkungan. Ada beberapa pertanyaan reflektif patut “direnungkan dan dijawab”; Apakah kita sudah sungguh menghargai alam dan lingkungan sebagai Saudara dan Saudari kita? Apakah selama ini di dalam gereja telah terbangun semangat “jalan berama” untuk menyelamatkan alam? Refleksi ini bertujuan menumbuhkan komitmen, kesanggupan, dan semangat kita “jalan bersama” dalam merawat, menjaga, dan menyelamatkan bumi serta lingkungan hidup.
Usai mendengarkan Narasi Refleksi Lingkungan Hidup, diteruskan Doa dan renungan pribadi. Mohon penyertaan dan bimbingan terang Roh Kudus. Sebagai proses perenungan dan analisis terhadap diri sendiri (pribadi) tentang kebiasaan, pikiran, perasaan, dan tindakan yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Memasuki sesi sharing, 92 orang peserta dibagi empat “kelompok sharing”, masing-masing 23 orang. Setiap kelompok sharing dipandu oleh tim fasilitator dari Keuskupan Bogor, antara lain Thomas Suhardjono, Yuliana Rini Dwi Yuliandari, Yohanes Don Bosco, dan Agus Muhardi. Dalam kelompok sharing, setiap peserta diberi kesempatan berbagi cerita tentang pengalaman hidup dan harapan yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Tidak ada “monopoli bicara” maupun “perbantahan”. Maklum bukan “ajang berdebat”, melainkan “ruang perenungan bersama” berkaitan problematika lingkungan hidup. Fasilitator bertugas memandu dan mengarahkan setiap peserta sharing untuk bisa mengungkapkan pengalamannya.
Para peserta berpartisipasi dengan penuh iman dan kegembiraan. Masing-masing peserta mengungkap kembali “pengalaman hidup” yang mereka dengar, lihat, alami, atau dilakukan sendiri yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Pengalaman iman dan kehidupan mereka itulah yang menjadi obyek sharing dalam rekoleksi kali ini. Pengalaman mereka cukup beragam (dalam koridor tema Lingkungan Hidup), antara lain pengalaman membuat ecoenzyme dari limbah kulit buah dan sayur, berkebun tanaman hias dan sayuran dalam pot, masalah sampah dapur, pembuatan kompos sampah organik rumah tangga, biopori dan sumur resapan, pemisahan sampah organik dan non-organik, pengelolaan sampah (reduce, reuse, recycle), dll.
Berdasarkan rangkuman cerita pengalaman mereka, ada dua golongan “karakter” (perilaku). Pertama, karakter peduli (menghargai) alam sekitar atau lingkungan : tidak buang sampang sembarangan, memilah sampah organik dan non-organik, menanam dan merawat tanaman (hias, sayur, buah), mengurangi pemakaian plastik/tisu, mengolah sampah organik jadi kompos dan ecoenzyme, bersihkan sampah di parit, membuat biopori, mengolah minyak jelantah jadi biodiesel dan sabun, tampung air hujan (untuk cuci kendaraan, siram tanaman), reuse dan recycle sampah non-organik. Kedua, karakter tidak peduli lingkungan : membuang sampah sembarangan (ke sungai, selokan), membakar sampah, masih pakai kantong plastik, tebang pohon. Membuang sampah ke kali terutama dilakukan oleh warga kampung, yang mereka lihat.
Beberapa peserta mengaku prihatin dengan terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana alam, tetapi tidak (belum) melakukan tindakan apa-apa. Ada pula yang awalnya egois (masa bodoh) terhadap lingkungan, namun akhirnya menyadari dan peduli lingkungan setelah mengalami rumahnya kebanjiran.
Usai sharing kelompok dilanjutkan sesi Penguatan atau Peneguhan oleh RP. Agustinus Anton Widarto OFM. “Masing-masing kita dituntut untuk memiliki (mengasah) kepekaan terhadap keselamatan lingkungan sekitar kita. Setia berbuat baik, termasuk dalam hal merawat bumi dan lingkungan. Marilah kita mengambil peran nyata dalam merawat bumi agar lestari dan nyaman untuk ditempati dan diwariskan sebagai rumah besar bersama”.
Di tengah masyarakat, kita hendaknya proaktif dalam membangun perilaku dan gaya hidup yang “ramah lingkungan” (mengurangi sampah, mengelola sampah, hemat listrik dan air, tanam pohon, dll). Semua itu bisa dimulai dari diri sendiri, rumah tangga (keluarga), komunitas (lingkungan, wilayah, paroki), di sekolah, dan dalam masyarakat.
Hasil dari Rekoleksi Sinode masing-masing paroki akan dikumpulkan dan dirangkum (kompilasi) sebagai satu Sintesis Final Sinode Keuskupan, kemudian dikirimkan ke KWI, pada Maret 2022. Hasil kompilasi dari pelbagai keuskupan akan diteruskan KWI pada pertemuan puncak Sinode Para Uskup Sedunia di Vatikan, pada Oktober 2023.
Seluruh rangkaian acara Rekoleksi Sinode Para Uskup Sedunia Paroki Santo Andreas berlangsung dengan baik dan lancar. Ditutup dengan Misa Ekaristi Kudus dipimpin oleh Pastur RD Robertus Eeng Gunawan, dengan konselebran RD Marselinus Wisnu Wardhana dan RP Agustinus Anton Widarto OFM., sebagai ungkapan syukur dan suka cita. “Kita tidak boleh lepas perhatian terhadap lingkungan kita. Lingkungan menjadi tanggung jawab kita semua,” pesan Romo Marsel dalam homilinya.
Penulis : Albertus Hery Suyono
Editor : Gabriele Aldo Utama